TANTANGAN GURU PADA ABAD KE-21


PENDAHULUAN

Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad – abad sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin sempit.Karena kecanggihan  teknologi ICT  ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia  mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.

Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin complicated dan ruwet : krisis ekonomi global, pemanasan global, terorisme,rasisme, drug abuse, trafficking, masih rendahnya kesadaran multikultural, kesenjangan mutu pendidikan antar kawasan  dan lain sebagainya. Setiap masalah  tersebut membutuhkan pemecahan  yang harus dilakukan masyarakat secara bersama sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan pada abad ini juga terletak pada tidak berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab permasalahannya secara tepat dan cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan sering tidak mampu diprediksi (unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada akhirnya banyak permasalahan masyarakat tidak mampu diselesaikan secara efektif dan efisien.

Era ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan diberbagai bidang antar negara, dan antar bangsa. Terutama yang bisa diamati setiap saat adalah persaingan pemasaran produk – produk  industri .Pasar didesain sedemikian rupa menjadi sebuah sistem perdagangan yang terbuka (free trade). Perilaku persaingan modern  ini benar-benar merupakan praktek perilaku “survival for the fittest” yang kejam. Siapa kuat dialah yang akan menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang tidak berdaya dialah yang akan kalah dan termarginalkan.

Negara – negara maju (advanced countries) yang telah memiliki sumberdaya manusia yang unggul akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing countries) dan negara – negara terbelakang (under developing countries). Sebuah artikel yang ditulis oleh Parag Kahnna di New York Times Magazine (21/1/2008) dengan jelas mengatakan bahwa dunia pada abad ke-21 akan dikuasai oleh BIG THREE, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Sedangkan negara-negara lain yang sering disebut  emerging market disebutnya sebagai second world yang bernasib sebagai tempat persaingan dan pertarungan BIG THREE tersebut.

Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan beragam dampak positif negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan manusia, dan kita berada pada era kompetitif yang semakin ketat pada abad ke-21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang matang dan mantap baik konsep maupun aplikasinya untuk membentuk sumber daya manusia (human resources) yang unggul. Dan yang paling bertanggungjawab dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul adalah lembaga – lembaga pendidikan di mana guru sebagai unsur yang berperan paling dominan dan menentukan .Ini yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan  dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia .

FIVE SKILLS

Pada pertemuan para Kepala Sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional se Jawa Timur yang diselenggarakan di LPMP Surabaya, beberapa bulan yang lalu, seorang nara sumber mengatakan bahwa ada lima kecakapan yang harus dimiliki oleh setiap individu  agar tetap survive dan diperhitungkan dalam kancah kehidupan pada abad ke-21 ini. Lima kecakapan tersebut adalah :

(1). Work ethic

(2). Collaboration

(3). Good communication

(4). Social responsibility

(5).Critical thinking and problemsolving

Work ethic adalah sebuah sistem prinsip prinsip moral (a system of moral principles) dalam kinerja atau aturan-aturan perilaku (rules of conduct) dalam kinerja.Work ethic di dunia kerja (work place ) berupa kecakapan dalam menunaikan  tugas dan ketaatan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan serta kecakapan menjaga etika dalam hubungan antar personal.

Collaboration adalah kecakapan membangun jaringan kerjasama dengan orang lain.

Good Communication adalah kecakapan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan orang lain baik secara individu atau kelompok.

Social Responsibility adalah kecakapan untuk ikut memiliki tanggungjawab sosial.

Critical Thinking and Problem Solving adalah kecakapan berfikir kritis dan kecakapan memecahkan permasalahan.

Lima kecakapan itu harus dimiliki oleh setiap individu agar mampu berperan dalam kehidupan  pada abad ke-21 ini. Untuk mempersiapkan manusia – manusia yang unggul yang memiliki lima kecakapan tersebut merupakan tantangan bagi para guru pada semua jenjang di lembaga – lembaga pendidikan. Dengan dibekali lima kecakapan sebagai tambahan kecakapan akademik  peserta didik  akan banyak terbantu  memecahkan permasalahan – permasalahan individual dan sosial  yang dia hadapi dalam kehidupan di lingkungannya.

Jadi tugas  guru tidak hanya mampu mendesain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sesuai dengan apa yang telah didesainnya, serta mengevaluasinya.Tetapi harus juga mampu mentransformasikan lima kecakapan tersebut ke dalam diri para peserta didiknya melalui perencanaan pembelajaran,pelaksanaan pembelajaran ,dan evaluasi pembelajarannya secara mantap,terarah ,efektif dan efisien.Inilah sebuah tantangan guru pada abad ke-21 ini. Dan ini hanya mampu dilaksanakan oleh guru – guru yang profesional yang merasa memiliki tanggungjawab yang besar dalam mempersiapkan anak-anak bangsa menghadapi abad ke-21 ini.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP )  dan Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah merupakan standar minimal dilihat dari content (isi)nya. Setiap satuan pendidikan diharapkan  mampu menambah, memperluas, memperdalam dan mengembangkannya sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai stakeholdernya.Ini adalah sebuah peluang sekaligus tantangan  bagi setiap guru untuk memasukkan FIVE SKILLS ke dalam kurikulum sekolah sebagai suatu upaya  untuk ikut berusaha menambah, memperluas, memperdalam dan mengembangkannya. Sehingga dengan upaya tersebut pada tataran implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah tampak sebagai kurikulum yang dinamis, inonatif, bukan statis dan stagnant.

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL )

Pakar pendidikan mengatakan bahwa kendala utama guru dalam memahamkan konsep/tema /pokok bahasan yang diajarkan kepada peserta didik adalah ketidakmampuan si guru menghubungkan  konsep/tema/pokok bahasan dengan lingkungan kehidupan  peserta didiknya.Hal tersebut membuat peserta didik tidak merasakan kebermaknaan (meaningfullness) dari kegiatan pembelajaran yang dia peroleh. Karena dirasakan tidak bermakna maka akibatnya konsep / tema / pokok bahasan yang diajarkan para guru tidak masuk ke dalam memori jangka panjang (long term memory) para peserta didiknya.

Pembelajaran saat ini memerlukan model pendekatan baru yang mengubah setiap kegiatan pembelajaran menjadi bermakna bagi setiap peserta didik. Guru harus mampu menghubungkan antara konsep/tema/pokok bahasan dengan dinamika lingkungan  kehidupan peserta didik.Dengan bermaknanya pembelajaran akan meningkatkan minat belajar peserta didik. Ini adalah sebuah tantangan baru  bagi setiap guru.

Tahun 1990 an Secretary of Labour,s Commision on Achieving Necessary Skills (SCANS)  mendesak agar pembelajaran kontekstual dilaksanakan diseluruh jenjang pendidikan di Amerika.Desakan SCANS tersebut didasarkan pada penelitian bahwa mutu pendidikan di negara tersebut makin lama makin menurun. Terma Pembelajaran Kontekstual itu sekarang kita kenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).” Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek – subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka ,yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut : membuat keterkaitan – keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berfikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentin “ ( Elaine B.Johnson,PH.D :  )

CTL sebagai sebuah sistem mengajar ,didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteks. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Jadi, sebagian besar tugas seorang guru adalah menyediakan konteks. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut. Mampu mengerti makna dari pengetahuan dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan.

Lingkungan kehidupan keseharian peserta didik adalah lingkungan kehidupan abad ke-21. Yang jauh berbeda dengan lingkungan kehidupan pada masa-masa sebelumnya.Lingkungan kehidupan abad ini ditandai dengan perkembangan teknologi komunikasi yang luar biasa. Perkembangan teknologi ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Beragam permasalahan pada abad ini semakin complicated dan ruwet. Pemecahan satu permasalahan (problem solving) membutuhkan tindakan bersama dengan pihak-pihak lain secara tepat, cepat, cerdas, efektif dan efisien. Pemecahan masalah secara bersama (collaboration) merupakan tanggung jawab sosial (social responsibility).Melakukan kerjasama dengan fihak manapun agar mampu memecahkan permasalahan diperlukan kecakapan komunikasi yang memadai (good communication) dan menaati prosedur kerja atau etika kerja (work ethic)  yang berlaku.

Jadi dalam hubungannya dengan CTL ,para guru harus mampu mendesain, dan melaksanakan pembelajaran yang menghubungkan (contextual) antara konsep/tema/pokok bahasan yang diajarkannya dengan dunia nyata /lingkungan kehidupan peserta didik yang tidak lain adalah dunia nyata abad ke-21 ini. Sekali lagi ini adalah sebuah tantangan bagi para guru .

Guru yang bagaimanakah kiranya yang mampu menghadapi tantangan tersebut ? Jawabannya  adalah guru yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi – kompetensi : kompetensi profesional, kompetensi pedagogik ,kompetensi kepribadian ,dan kompetensi sosial  yang kualifaid.

Kompetensi profesional sekurang-kurangnya meliputi :

    1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya
    2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
    3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
    4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
    5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas

Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi :

  1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual
  2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
  3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
  4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
  5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
  6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran
  7. Merancang pembelajaran yang mendidik
  8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
  9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

Kompetensi  kepribadian sekurang-kurangnya meliputi :

  1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
  2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat
  3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
  4. Mengevaluasi kinerja sendiri
  5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan

Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi :

  1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
  2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
  3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan global
  4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
  5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik

Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas, menurut Prof.Dr.Haris Supratno memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut:

  1. Memiliki wawasan global holistik
  2. Memiliki daya ramal ke depan
  3. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi
  4. Memiliki kemampuan bermasyarakat
  5. Menguasai IPTEK
  6. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan
  7. Memiliki akhlakul karimah
  8. Memiliki  keteladanan
  9. Bekerja secara efisien dan efektif
  10. Menguasai bahasa asing

KESIMPULAN

Upaya peningkatan profesionalisme guru dari waktu ke waktu harus ditingkatkan dalam rangka mencapai pendidikan yang berkualitas (the high quality of education) baik oleh lembaga pemerintah dan masyarakat.Di negara kita komitmen pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI Nomor 14 Tahun 2005) masih kita nantikan .  Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan outcome yang memiliki kemampuan untuk menghadapi era abad ke-21 yang serba kompetitif. Era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang sophisticated dan era munculnya perubahan – perubahan yang tidak bisa diprediksi (un predicatable) diberbagai bidang kehidupan termasuk munculnya permasalahan – permasalahan yang bersifat lokal maupun global yang complicated adalah wahana kehidupan yang harus dihadapi anak didik kita.

Guru sebagai garda terdepan dalam penyiapan sumber daya manusia (human resources) yang unggul, senantiasa dituntut secara sadar untuk mau menyiapkan diri meningkatkan kompetensi, inovasi, dan kreatifitasnya dalam pembelajaran. Dengan bekal kompetensi-kompetensi yang memadai guru diharapkan mampu mentransformasikan five skills (Work ethic, Collaboration, Good communication, Social responsibility, Critical thinking and Problem solving) kepada diri peserta didiknya  melalui pembelajaran dengan sistem  Contextual Teaching and Learning (CTL).

Guru harus berubah cara berpikirnya. Dari berfikir asal bekerja rutin menjadi berfikir lateral dan konstruktif demi anak didik (peserta didik) nya. Kita dituntut mampu mengubah kultur lingkungan kerja (sekolah/lembaga-lembaga pendidikan) kita yang statis menjadi kultur kerja dalam atmosfir  yang dinamis dan inovatif. Ingat pesan Albert Einstein:

“The world we have created is a product of our thinking. It can’t be changed without changing our thingking”

Ini semua adalah tantangan guru pada abad ke-21.

5 responses to this post.

  1. […] 2010. Tantangan Guru pada Abad Ke-21, (Online), (https://sutamto.wordpress.com/2010/04/10/tantangan-guru-pada-abad-ke-21/), diakses 15 Desember […]

    Balas

  2. Permisi
    Bagaimana menghadaip tantangan guru di abad 21? silakan kunjungi di pcahyono.blogspot.com

    Balas

  3. Posted by susiyadi on 28 September 2014 at 5:27 am

    antara kurikulum dan pelaksanaan agar disesuaikan GURU aja binggung apalagi murid

    Balas

  4. Posted by Junaidin on 28 Desember 2020 at 10:09 am

    tulisan yang maish relevan dengan tantangan guru di 20 tahun awal abad 21

    Balas

Tinggalkan komentar